Alara adalah seorang gadis yang
jutek, cuek, namun setia kawan. Ia lahir sebagai anak tunggal di keluarganya.
Tidak hanya anak tunggal namun Lara biasa gadis ini sapa adalah seorang anak broken home . Ayah dan ibunya bercerai
sudah 3 tahun lamanya. Lara tinggal bersama ibunya sedangkan sang ayah tinggal
di luar negeri bersama keluarga barunya. Ibu Lara seorang wanita karir yang
sukses dan selalu menyempatkan waktu untuk selalu bersama Lara, anaknya. Karena
saat ini dan mungkin nanti Laralah satu-satunya harta yang paling berharga yang
di miliki oleh ibunya.
Alara bersekolah di sebuah sekolah
swasta, SMA Mawar Indah. Ia telah 2 tahun menuntut ilmu di sana. Lara adalah salah satu siswi terbaik di
sekolah ini. Bukan hanya di bidang pelajaran ia kuasai namun di bidang olahraga
terutama basket ia kuasai. Ia bukan gadis yang feminim dan bukan pula gadis
yang tomboy. Soal penampilan ia asal mengenakan yang penting ia merasa nyaman
dengan apa yang ia kenakan.
Auvia atau yang biasa di sapa
dengan Via adalah salah satu teman Lara yang, yah termasuk baik hati dan setia
kawan. Saking baiknya ia gampang di bodohi oleh orang-orang yang ingin
mengambil keuntungan darinya. Alira teman Lara yang satu lagi. Entah kebetulan
atau emang takdir dari Tuhan nama mereka
seperti anak kembar. Namun jauh dari kenyatan sifat dan penampilan mereka
berbanding terbalik dari yang terlihat. Lira biasa di sapa lebih meyukai
olahraga yang cowok banget, apalagi bela diri. Hampir semua bela diri ia
kuasai. Hal yang paling bagus dan patut di contoh dari Lira adalah ia
menggunakan semua keahliannya hanya di tempat-tempat ia latihan dan tidak untuk di jadikan sarana perkelahian kecuali dalam keadaan terpaksa.
Diantara ketiganya yang paling
perhatian yah Via. Via sangat memperhatikan penampilan serta gaya teman-teman
sejatinya ini. Terkadang Lira yang bisa di bilang cowok banget *tapi gak cowok beneran aslinya sampai
kepanasan gara-gara Via sering banget ngomen ini dan itu. Sedangkan Lara ia
santai saja. Kadang hanya iya-iya saja. Namun dari itu semua mereka sangat
akrab layaknya sodara kembar beda ibu. Lira dan Via sering main ke rumah Lara
dan otomatis ibu Lara mengenal kedua teman karib Lara. Layaknya seorang ibu
mereka berdua juga sudah dianggap sebagai seorang anak. Jadi kalau main ke
rumah Lara mereka udah menganggap kalo rumah
Lara itu rumah kedua mereka.
Hari ini adalah hari pertama masuk
setelah liburan semester pertama. Lara mendapatkan liburan ke Singapura. Selain
berlibur ia juga ingin menyempatkan waktu dan melepas rindu dengan ayahnya.
Liburan kali ini ia habiskan sendiri karena ibunya sedang ada urusan yang harus
di selesaikan. Sempat Lara merasa kesepian namun rasa itu sedikit tertutupi
setelah ia di ajak berkeliling oleh ayahnya. Yah, walaupun ibunya tidak ikut
beliau selalu menelpon Lara. Hubungan ayah dan ibu Lara terjalin dengan baik
setelah perceraian 3 tahun silam. Masih terjalin komunikasi di antara mereka.
*Balik lagi ke hari pertama masuk Via yang gak sengaja lewat kantor
guru dan melihat kedalamnya. Sekilas ia melihat seorang cowok memiliki tubuh
dan tinggi yang atletis. Wajahnya entah bagaimana karena cowok tersebut
membelakangi Via. Setelah itu Via pun berlalu. Ia masuk kelas dan menceritakan
hal tersebut kepada kedua temannya. “Serius lo?” kata Lara melontarkan
kata-kata pertama. “Iya, Ra. Kayaknya
sih anak baru.” Balas Via kemudian. Lira hanya sibuk dengan buku yang sedang ia
baca. Entah buku apa, namun jika mendapat buku yang menarik dan enak di baca ia
akan terhanyut dan sibuk dengan dunia kebukuannya tersebut. Setelah itu tak ada
kata lagi yang terucap dari mulut mereka karena Bu Alita selaku guru matematika
datang dan sepertinya beliau tidak sendiri. Di belakangnya di ikuti oleh
seorang cowok tampan dengan tubuh dan tinggi yang atletis. Via pun terkejut
karena cowok yang tadi ia lihat di ruang guru sekarang akan menjadi salah satu
teman sekelasnya. Lara dan Lira hanya saling senyum dan kembali sibuk dengan
kegiatan mereka masing-masing.
“Selamat pagi anak-anak!” Sapa Bu
Alita. “Pagi, Bu.” Jawab mereka serentak dan semangat. Guru tersebut kemudian
tersenyum dan mulai berkata, “Hari ini kalian akan mendapat teman baru.” Bu
Alita mempersilahkan cowok tersebut masuk dan menyuruhnya memperkenalkan diri.
“Nama saya Leon Pramada Syam. Kalian bisa memanggil saya dengan nama Leon. Saya
pindahan dari… Amerika. “ Ucapnya. Lara, memperhatikan Leon sepertinya saat
Leon mengatakan, “Saya Pindahan dari..” ada sedikit penurunan nada maksud Lara
di sini ia melihat Leon gak mau terlalu bangga karena dia pindahan dari
amerika. Dan itu hal yang positif bagi Lara dia tahu kalo Leon bukan orang yang
sombong namun rendah hati.
Hari pertama masuk, jam
pembelajaran seperti biasa belum di mulai. Alara yang hobi banget nyari
keringat kini sudah beranjak ke lapangan sambil membawa bola basket yang di
bawa di samping pinggangnya. Lira dan Via tetap di kelas. Duduk sambil bertukar
cerita saat liburan kemarin.
Leon yang merasa sendirian pun
akhirnya beranjak dari bangkunya. Ia duduk di kursi depan kelas sambil menatap
Lara dari kejauhan. Ia pun tersenyum sambil memperhatikan Lira. Aldo orang yang
SKSD *sok kenal sok dekat pun datang
menghampiri Leon dan mengagetinya.
“Hayo, lo naksir Lira yah?” kata
Aldo mengagetkan. Leon yang terkejutpun langsung berdiri dan berkata,
“Sembarangan aja lo kalo ngomong. Gak lah. Tadi gue gak sengaja ngeliat dia.” Elaknya. Kemudian Aldo menjabat tangan Leon
dan mereka saling berkenalan. Dari hari pertama masuk sampai beberapa
bulan kemudian mereka menjadi teman
akrab dan sangat dekat.
***
Hingga suatu hari kelas mereka
sedang pelajaran olahraga. Dan di setiap jam tersebut Leon tak pernah ada di
lapangan. Ia selalu berada di perpus atau mungkin melihat teman-temannya yang
sedang berolahraga dari kejauhan. Lara yang sudah lama ingin bertanya tapi tak
kunjung juga di tanyakan. Akhirnya, Lara pun mempunyai kesempatan untuk membuntuti
Leon. Saat itu Pak Bayu sedang melakukan pengambilan nilai. Yang sudah selesai
boleh langsung ke kantin, teman- teman Lara pada ke kantin semua hanya ia saja
yang pergi ke arah lain.
Leon melangkahkan kakinya masuk ke
perpustakaan, ia merasa ada seseorang
yang mengikutinya. Ternyata dugaannya
benar. Lara lah yang sedari tadi membuntutinya. Leon sudah tau maksud Lara
membuntutinya itu karena apa.
Lara yang sedari tadi
celingak-celinguk mencari sosok Leon tak kunjung kelihatan. Tiba-tiba dari arah
belakang ada yang mencoleknya. “Ihh,
apaan sih nyolek-nyolek?” Sahutnya masih melihat kanan kirinya. Dibelakangnya
Leon tersenyum-senyum melihat tingkah gadis di hadapannya ini. Kemudian ia
berkata, “Cari sapa sih non? Kok serius banget. Nyari gue ya?” Lara yang
tadinya menghadap ke depan langsung menolehkan kepalanya ke arah belakang. Ia
pun baru sadar yang mencoleknya tadi ternyata Leon. Lara langsung nyengir dan
segera memutar tubuhnya ke hadapan Leon. Lara yang tadinya serius mencari sosok
yang ia cari sekarang malah salting *salah
tingkah* melihat sosok yang di cari berada di hadapannya. Lara langsung
nyengir dan garuk-garuk kepala, padahal kepalanya gak gatal.
“Jadi lo dari tadi ngebuntutin
gue?” Leon mulai bicara lagi. “Mampus ketauan deh gue!” Batin Lara. “Heiii,
denger gue gak sih?” tambah Leon kemudian. “Emm, emmm, iya sih dari tadi gue
buntutin loe.” Akhirnya Lara membuka mulut. “Oh gitu…” sahut Leon. Kemudian ia berjalan
kembali mengitari rak buku yang ada sekitar mereka. “Loh, kok gue di tinggalin
sih??!! Gak sopaaan!!!” bentak Lara.
Terdengar suara “sssssttttttt” dari beberapa siswa yang kebetulan ada di
sekitar mereka. Lara yang lupa kalo dia sedang di perpustakaan langsung lari
mengikuti Leon karena saking malunya.
“Loe mau kemana sih? Jalannya cepet
banget!” protes Lara. Namun Leon hanya diam hingga ia berhenti di sebuah pintu
yang sering ia datangi ketika pelajaran olahraga. Lara ragu masuk kedalam pintu
tersebut. Namun tangannya sudah di tarik duluan ke dalam oleh Leon. Setelah masuk, Lara heran. Kenapa ada ruang
musik di dalam sebuah pepustakaan?
“Gimana tempatnya menurut loe?”
kata Leon tiba-tiba. “Baguusss siihh, tapii…..” sebelum melanjutkan
kata-katanya Leon sudah berbicara duluan, “Pasti loe heran kenapa ada ruang
musik di dalam perpustakaan? Ya kan?” “Iya, emang kenapa?” Tanya Lara. “Ruang
musik ini di kelola sama Mas Irfan, penjaga perpustakaan yang ada di meja depan
itu. Mas Irfan minta ijin ke kepsek buat ruangan ini. Awalnya di tolak karena
ruangan ini bisa membuat keributan. Tapi setelah di jelasin sama Mas Irfan pak
kepsek ngijinin.” Jelas Leon. Tak ada 1
patah katapun yang keluar dari mulut Lara keculi mulutnya yang membentuk huruf
“o”.
Di dalam ruangan ini terdapat
beberapa alat musik akustik, seperti gitar dan piano. Entah mengapa melihat
piano Lara teringat oleh ayahnya. Tanpa ia sadari ia mendengarkan lantunan
piano yang di mainkan oleh Leon. Lara gak nyangka cowok seperti Leon yang cuek
begitu mahir dalam memainkan piano. Kemudian Lara terhanyut dalam not-not yang
di mainkan oleh Leon. Leon memainkan piano tersebut lumayan lama, hingga Lara
yang mendengarkan sampai ketiduran. Kemudian Leon menghentikan permainannya dan
berjalan menuju arah Lara. Ia tersenyum, dan mengeluarkan hp dari saku
celananya dan memotret lara yang sedang tidur. “Non, bangun! Konsernya udah
selesai nih.” Kata Leon. Lara pun terbangun dan mengucek-ngucek matanya. “Sorry
gue ketiduran, capek banget soalnya.” Kata Lara. “That’s okay.” Jawab Leon
singkat. Di lirik jam yang ada di tangannya, masih kurang 20 menit berganti jam
pelajaran. “Gue mau nanya sama loe. Kenapa sih, tiap pelajaran olahraga loe gak
pernah ikutan?” Tanya Lara dengan penasaran namun tetap hati, karena gak mau
menyinggung Leon sekalipun. “Oh itu, dari kecil gue kena lemah jantung. Jadi
hal sekecil apapun yang membuat gue mudah lelah gue tinggalin, dan ini lah
sambil melihat sekeliling ruangan yang membuat gue melupakan rasa bosan dan
sebagainya. Jujur, gue suka banget yang namanya olahraga. Jadi kalo ngeliat loe
gue iri. Iri karena loe jago banget soal olahraga.” Jelasnya dengan tenang.
Lara yang kaget dan gak tau harus berkata apa hanya diam sambil mendengarkan
apa yang di bicarakan oleh Leon. “Itu salah satu alasan kenapa gue balik lagi
ke sini, Indonesia. Disana gue sekolah sambil berobat. Sekalian nyari
pengalaman tentang musik di sana.”
Lanjutnya. “Aku gak tau harus ngomong apa. Bingung. Tapi gue salut sama
loe. Kamu begitu menikmati hidup sedangkan aku yah… ” cerita Lara kemudian. Tak
lama bel pergantian jam pelajaran berbunyi dan mereka keluar dari perpustakaan
kemudian kembali ke kelas.
***
Lira dan Via sibuk keliling sekolah
mencari teman tercinta yang telah hilang sejak pengambilan nilai tadi.
Berhubung bel sudah berbunyi mereka memutuskan untuk kembali ke kelas.
Sesampainya di kelas, ternyata Lara
sedang asik ngobrol dengan Leon. Antara perasaan jengkel karena mencari Lara
gak ketemu dan antara perasaan senang karena sebelumnya Lara gak pernah sedeket
itu sama cowok yang baru dia kenal. Kecuali Aldo dkk yang juga teman basket
Lara.
“Wah, sejak kapan nih kalian jadi
dekat begini? Biasanya cuek-cuekan?” kata Via setelah berjalan masuk mendekati
mereka. “Sejak tadi.” Jawab Leon dan Lara kompakan. “belum apa-apa aja mereka
udah kompakan begitu jawabnya. Gimana tar yah?” Goda Lira kemudian.
Tiba-tiba Aldo datang dengan
butiran keringat di keningnya. Sudah bisa di tebak kaloia habis bermain basket.
“Tumben banget kalian ngumpul-ngumpul begini?” tanyanya sambil memutar-mutar
bola basket. “Ah, want to know aja sih loe. Urusin tuh keringet loe.” Jawab Via
ketus. Dari dulu sampai sekarang Via jarang banget ketus sama orang. Kecuali
makhluk 1 ini yang berada di hadapannya sekarang. Entah apa yang terjadi di
antara mereka, yang jelas tiap ketemu atau ngumpul bareng pasti selalu
bertengkar kayak kucing sama anjing.
Tiba-tiba Rifan sang kepala suku
alias ketua kelas kembali dari kantor dan membawa secarik kertas. “Berhubung
Miss. Valentine gak ada. Jadi kita di di kasih tugas. Sekertaris tolong catatin
di papan tulis dong.” Kata Rifan di depan kelas. “Oke bos, dengan senang hati.” Jawab Sisil
sang sekertaris. Sekertaris terajin yang pernah ada. Suka banget kalo di suruh
nulis. Mana tulisannya bagus lagi. Bikin envy aja. Hhha
“Oya, 1 lagi. Tar jam terakhir kita
boleh pulang. Soalnya guru-guru ada pelatihan.” Lanjut Rifan kemudian.
Sorak-sorai layaknya anak TK langsung terdengar. “Jangan lupa di kerjain yah
tugasnya!” kata Riffan dan langsung kembali ke tempatnya. “Oke bos, dengan
senang hati” jawab anak-anak kelas sambil menirukan gayanya Sisil sang
sekertaris. Yang lainnya hanya tertawa dan kemudian sibuk dalam perkerjaannya
masing-masing.
Bel pulang pun berbunyi. Siswa –
siswi SMA Mawar Indah berhamburan keluar kelas. Termasuk Lira, Via, Aldo dan
Rifan. Setelah semuanya keluar, Leon menahan tangan Lara. “Besok kan libur.
Gimana kalo kita liburan bareng yang lain ke pantai?” Ajak Leon pada Lara. “Aku
sih terserah aja. Kalo mereka mau , yah ayo lah.” Jawabnya sambil tersenyum.
“Oke deh tar sore aku ajakin yang lain ke rumah kamu. Biar tar anak-anak
langsung tau dan harus gimana.” Jelas Leon. “Sip, di tunggu deh kehadiran
kalian.” Jawab Lara sambil tersenyum. “Yaudah, sekarang aku antar kamu pulang
yah. Biar aku tau rumahmu dan gak
nanya-nanya lagi sama yang lain.” Tawar Leon kemudian. Sebenarnya Lara ada
janji pulang bareng teman-teman tercintanya, tapi setelah Leon meminta ijin ke
Lira dan Via. Mereka malah mengijinkan dengan senang hati. Jadi, di sini lah
mereka sekarang. Di dalam mobil Leon. Lara dan Leon terlihat canggung satu sama
lain. Soalnya baru kali ini mereka begitu akrab. Selama perjalanan merek tak
banyak berbicara dan Leon pintar banget mengatasinya dengan menyetel lagu di
tape mobilnya. Entah kebetulan atau emang takdir., lagu yang di setel itu lagu
kesukaan Lara dan lagu kesukaan Leon juga.
Sesampainya di rumah, Lara kaget.
Kenapa sang ibu ada di rumah, bukan kerja. Alhasil, Lara malu sama ibunya
karena baru kali ini di anterin cowok sampai kedepan rumah. Berhubung, Leon gak
enak sama ibunya Lara dan mungkin sekalian kenalan Leon keluar dari mobil. Ibu
Lara hanya tersenyum meyambut kehadiran
gadisnya dengan seorang cowok yang, hemmm kerennn banget. Ibu Lara saja mengakui
hal itu.
“Siang tante, saya Leon.” Sapa Leon
pada ibu Lara. “Siang juga, Leon. Makasih yah udah ngantar Lara pulang. Maaf
mgerepotin! ” Balas ibu Lara sambil tersenyum.
“hhe, iya tante gak papa. Sekalian pengen tau rumah Lara aja. Bilangnya
mamanya lara cantik. Sekalinya beneran.” Puji Leon pada ibunya Lara. “Ah, kamu
ini bisa aja. Mampir dulu, yuk.” Tawar ibu Lara pada Leon. “Makasih tante, saya
langsung pulang aja. Lagian tar sore juga saya kesini lagi bareng teman- teman
yang lain.” Jawab Leon halus. “Oh gitu,
oke tar tante tunggu loh.” Bals ibu Lara. “Iya tante, saya pasti datang kok.
Emm, ngomong-ngomong saya pamit pulang dulu yah tante. Assalamualaikum ” pamit Leon sambil salim pada
ibu Lara. “Hati-hati yah Leon. Walaikumsalam. ” kata ibu Lara. “Iya tante,
makasih yah. Ra, aku pamit pulang yah.” Pamit Leon pada Lara. “Iya yon,
hati-hati yah. Jangan lupa tar sore.” Balas Lara. Leon mengangguk dan tersenyum
pada Lara dan ibunya. Ia pun langsung masuk mobil dan meninggalkan mereka
berdua di halaman rumah yang indah dan sejuk itu.
Ibu Lara mau bertanya siapa cowok
yang mengantarnya pulang, tapi melihat gaya anaknya mungkin Lara gak mau
menjawab dan ibunya pun hanya diam dan melihat apa yang terjadi nantinya pada
Lara dan Leon. Setelah ganti baju dan
turun dari kamar, Lara memeluk sang ibu dan mencium keningnya hal yang mungkin
kadang-kadang ia lakukan kalo lagi senang. Kemudian Lara menceritakan semuanya
tentang Leon, termasuk penyakit yang di derita Leon dari kecil. Ibu Lara
terkejut, anak yang baik dan sopan seperti Leon memiliki umur yang tidak
panjang lagi. Bahkan hanya hitungan bulan saja. Ibu lara hanya memberikan
nasehat serta dukungan pada anak semata
wayangnya ini. Walaupun ia tinggal bersama ibunya dan jauh dari ayahnya, ia
selalu berusaha untuk menikmati dan menghargai apa yang dia punya saat ini .
Terkadang ia merasa gak ada gunanya ia hidup, hanya menyusahkan orang tuanya
saja tapi di sisi lain ibunya tidak merasa seperti itu. Ibu Lara justru bangga
memiliki anak seperti Lara. Lara tumbuh sebagai gadis yang dewasa dan memiliki
banyak teman. Perceraian orangtaunya tidak menjadi halangan baginya untuk
menjadi anak yang di besarkan dengan kelurga yang utuh.
***
Sore pun tiba, Lara yang sudah
mandi dan sedang menunggu teman-temannya di dekat kolam sambil mendengarkan
musik di temani sepiring cookies dan
segelas sirup yang segar. Tiba-tiba Leon datang menghampirinya, “Makan terus si
non satu ini tar gendut loh.” Kata Leon. “Biarin, kan yang gendut gue bukan
loe.” Balas Lara kemudian. Leon hanya tersenyum melihat gadis di hadapannya.
Walaupun hanya beberapa hari ia dekat dengan gadis ini, ia merasa sudah
bertahun-tahun mengenal Lara. Perasaan sayang muncul di hatinya.
Kemudiann.. “Yang lain mana yo? Kok Cuma
Loe doang yang ke sini?” kata Lara sambil asyik memainkan kakinya di kolam.
“Gak tau tuh, pada ngaret semua. Alasannya banyak. Ya itu lah, ya ini lah.
Indonesia banget gak pernah berubah.” Jawab Leon Kesal. Lara tak mengeluarkan
sepatah katapun, ia hanya tertawa tanpa suara dan itu tambah membuat Leon kesal
dan akhirnya mereka tertawa juga. Ibu lara memperhatikan anaknya tersebut lalu
tersenyum. Tak lama Aldo, Via, Rifan, dan Lira datang. Mereka membahas semua
tentang rencana besok.
Tak terasa sudah 3 jam mereka di
rumah Lara. Berhubung besok mereka akan melakukan perjalan panjang, Jadi mereka harus pulang. Merekapun pamit pulang pada tuan rumah, yaitu Lara dan
ibunya. Agar besok tidak ngaret seperti
tadi sore.
***
*Keesokkan paginya
Sesuai rencana semalam, mereka
ngumpul di rumah Lara jam 3. Pagi banget sih, tapi mau gimana lagi dari pada
tar kesiangan, lagian mereka juga mau lihat sunrise saat di perjalanan.
Ibu Lara juga ikut sibuk, beliau
membantu anaknya mempersiapkan barang-barang apasaja yang di butuhkan saat
disana. Padahal kalo di pikir-pikir lagi, mereka di sana Cuma 2 hari. Tapi kok
banyak banget yah bawaannya? Di sana juga tinggal di resort milik ayahnya Leon
jadi kebutuhan mungkin akan tercukupi.
Orang yang pertama hadir adalah
Leon, Via dan Lira, terakhir Rifan dan Aldo. Sempet kesel juga nungguin mereka
datang, sumpaaah lama banget. Hampir aja kita telat cuam gara-gara Aldo. Via
yang jutek tambah jutek lagi, dan lebih jutek lagi setelah ia tau, ia tidak
berangkat bersama Via atau Lara melainkan Aldo? “What?” kata pertama yang di
keluarkan dari mulut Via. Setelah itu ia ngedumel gak jelas saking
keselnya. Tapi percuma juga, semua telah
di sepakati jadi mau gak mau dia harus mau atau gak ikut serta dalam liburan
kali ini. Setelah pamitan sama ibu Lara meraka langsung tancap gas. Karena gak
mau kesiangan. Lara menarik tangan Leon. “Yon, kamu gak papa ikut beginian? Tar
kalo ada apa-apa di jalan gimana?” Kata Lara Khawatir. “Aku gak papa kok. Aku
masih sehat kok. Kamu tenang aja. Berdoa kita pergi dan pulang dengan selamat. Lagian
ini akan menjadi liburan pertama dan terakhir aku bareng kalian. Aku yakin
pasti seru banget deh.” Jelas Leon meyakinkan Lara. Tanpa di sadari air mata
Lara menetes, maksud ucapan Leon apa? Kemudian ia buru-buru menghapusnya dan
langsung positive thinking.
Lara dan Leon pamitan dengan ibu
Lara. Ibu lara menitipkan Lara pada Leon, dan
titipan ini bakal ia jaga sampai ia pulang karena ini titipan terakhir
yang akan ia jaga sampai nanti.
Kemarin malam sepulang dari rumah Lara, mendadak penyakit Leon kambuh. Entah karena apa, kecapekan mungkin atau bagaimana. Leonpun di bawa ke rumah sakit untuk di periksa. Dokter bilang umur Leon sudah tidak lama lagi, pastinya entah kapan. tapi hanya Tuhan lah yang mengatur itu semua.
Leon di minta untuk istirahat dan di opname di rumah sakit tapi karena besok ia akan pergi bersama-sama teman-temannya, ia menolak hal tersebut. Dokter dan kedua orangtua Leon tidak sanggup untuk menahan dan mencegah Leon jadi mereka memperbolehkannya.
***
Diperjalanan, sudah tak ada
kecanggungan di antara mereka. Keduanya saling akrab 1 sama lain. Akhirnya
Leonpun tau kalo lagu yang ia setel kemaren itu lagu yang juga di sukai oleh
Lara. Leon tau saat Lara duduk di dekat kolam sambil mendengarkannya
berulang-ulang.
***
*kita intip keadaan di dalam mobilnya Lira dan Aldo yuk!
Lira dan Rifan emang sejak awal
sudah dekat. Jadi mereka fine-fine aja kalo di taro di 1 mobil. Malah mereka
senang lagi. Mereka di bilang deket sih iya, tapi kalo pacaran gak tau deh.
Tanya aja orangnya, soalnya kalo di tanya pasti cuma bilang, “Kelihatannya?”
Selalu itu terus jadi yang lain tak akan bertanya lagi.
Di dalam mobil Aldo, terlihat sunyi
banget. Biasanya mereka kelahi kali begini, tapi Via malah tidur dan Aldo
menyetir sambil mendengarkan musik. Aldo sendiri capek kelai sama Via. Sebenarnya
Aldo hanya ingin mendapatkan perhatian dari Via, tapi Via-nya gak ngerti dan
jadinya mereka selalu kelai deh kalo ketemu.
Mereke menempuh perjalan sekitar 2
jam. Sesampainya di sana mereka di sambut sang surya yang telah bangun beberapa
saat tadi. Mereka sangat menikmati tempat ini. Resort yang jauh dari keramaian
dan bersatu dengan alam. Yaa, bersatu dengan pantai tepatnya. Subhanallah,
indah sekali karuniaMu ya Allah.
Setelah melihat sunrise, mereka
masuk ke dalam resort. Resort ini terlihat klasik dan nyatu banget dengan alam
atau lingkungan di sini. Resortnya terlihat terawat. Terbukti, Pak Ja dan Bu Ja
lah yang mengurus resort ini dengan baik. Mereka menyiapkan kamar serta sarapan
pagi buat kami. Pak Ja dan Bu Ja baiikk banggeeeet yah.
Setelah sarapan kami duduk sebentar
di ruang tengah sambil memegang cangkir teh hangat yang tadi di buatkan oleh Bu
Ja tadi.
Lara entah pergi kemana, ia mencari sosok yang sedari tadi bersamanya namun tiba-tiba hilang. Lara mengelilingi semua ruangan yang ada di resort ini, namu tak di temukannya juga sosok Leon di mana-mana. Sesampainya di sebuah ruangan, terletak di lantai atas, kamar paling ujung, dan pintunya terbuka. Terlihat Leon sedang berbaring disana. Lengan kanannya menutupi wajahnya. Lara mengetuk pintunya namun tak terdengar kemudian ia masuk dan berdiri di depan sambil melihat Leon. Bibirnya bewarna pucat entah wajahnya mungkin juga begitu. Lara memberanikan diri untuk membangunkan Leon , ia khawatir dengan keadaan Leon saat ini. Tapi sebelum ia membangunkan Leon, Leon sudah bangun duluan. Ia duduk di sisi kasur di kamar tersebut dan meraih tangan kedua tangan Lara. “Trust me! I’ll be fine and everything gonna be fine too.” Kata Leon meyakinkan Lara. Lara meneteskan air matanya kembali, membasahi tangan Leon, Leon pun berdiri dan meghapus air mata Lara dengan kedua tangannya. Kemudian, ia mempersilahkan Lara duduk di tempatnya tadi. Lalu ia beranjak ke piano yang ada di dekatnya juga. Leon mulai memainkan beberapa not, air mata Lara kembali berjatuhan ketika Leon memainkan lagu Fall For You untuknya. Suara Leon sangat merdu, ia membawakan lagu ini beda dari aslinya alias dia membawakan versinya sendiri. Leon mulai bernanyi, hingga saat di Part Reff, ia menghela napas panjang lalu kembali bernyanyi lagi, “Or I won’t live to see another day. I swear it’s true. Because a girl like you is impossible to find.. your impossible to find…”
Lara entah pergi kemana, ia mencari sosok yang sedari tadi bersamanya namun tiba-tiba hilang. Lara mengelilingi semua ruangan yang ada di resort ini, namu tak di temukannya juga sosok Leon di mana-mana. Sesampainya di sebuah ruangan, terletak di lantai atas, kamar paling ujung, dan pintunya terbuka. Terlihat Leon sedang berbaring disana. Lengan kanannya menutupi wajahnya. Lara mengetuk pintunya namun tak terdengar kemudian ia masuk dan berdiri di depan sambil melihat Leon. Bibirnya bewarna pucat entah wajahnya mungkin juga begitu. Lara memberanikan diri untuk membangunkan Leon , ia khawatir dengan keadaan Leon saat ini. Tapi sebelum ia membangunkan Leon, Leon sudah bangun duluan. Ia duduk di sisi kasur di kamar tersebut dan meraih tangan kedua tangan Lara. “Trust me! I’ll be fine and everything gonna be fine too.” Kata Leon meyakinkan Lara. Lara meneteskan air matanya kembali, membasahi tangan Leon, Leon pun berdiri dan meghapus air mata Lara dengan kedua tangannya. Kemudian, ia mempersilahkan Lara duduk di tempatnya tadi. Lalu ia beranjak ke piano yang ada di dekatnya juga. Leon mulai memainkan beberapa not, air mata Lara kembali berjatuhan ketika Leon memainkan lagu Fall For You untuknya. Suara Leon sangat merdu, ia membawakan lagu ini beda dari aslinya alias dia membawakan versinya sendiri. Leon mulai bernanyi, hingga saat di Part Reff, ia menghela napas panjang lalu kembali bernyanyi lagi, “Or I won’t live to see another day. I swear it’s true. Because a girl like you is impossible to find.. your impossible to find…”
Semakin deras air mata yang menetes di wajah Lara. Baru kali
ini ia merasakan sesuatu yang sangat dalam. Hingga Leon selesai bernyanyi Lara
tak sanggup berkata-kata. Ia hanya menangis dan menangis. Leon juga merasakan
hal yang sama, ia meneteskan air matanya yang jatuh di kepala Lara. Kemudian ia
menghapusnya, agar Lara tidak tambah sedih lagi. Ia berusaha untuk selalu bisa
tersenyum di hadapan Lara dan ia juga berusaha untuk selalu tersenyum untuk
Lara di saat dia ada dan tidak ada untuk Lara.
***
Seharian sudah mereka puas bermain
di pantai. Dari mancing, surfing, diving, pokoknya yang berhubungan dengan laut
deh.
Saat malam tiba, Bu Ja menyiapkan barbeque
sebagai penutupan libur kali ini. Soalnya besok mereka harus kembali pagi-pagi
.
Di saat semua asik membakar jagung
dan gitar-gitaran. Leon dan Lara berjalan di pinggir pantai sambil bercerita
tentang satu sama lain. Lara juga menceritakan tentang keluarganya, tentang
perceraian orangtuanya. Semuanya ia ceritakan dan Leon juga menceritakan semua tentang dirinya
kepada Lara. Malam itu indah sekali, di tambah dengan keakraban mereka berdua.
Mereka memiliki satu perasaan yang sama, yaitu perasaan sayang. Tapi, keduanya
takut mengungkapkannya karena mereka takut untuk melepas dan takut untuk kehilangan.
Status tidak di jadikan masalah bagi mereka. Yang penting mereka merasa
nyaman dan akrab satu sama lain itu sudah cukup bagi mereka.
“Liburan kali ini adalah liburan
yang paling indah dan paling seru yang aku alami.” Kata Leon. kemudian. .. “Ra,
kalo misalnya gak ada aku. Apa yang akan kamu lakukan?” Tanya Leon tiba-tiba.
Tak terdengar sepatah kata pun yang keluar dari mulut Lara dan ia pun gak mau
menangis lagi. Ia capek menangis terus, lalu ia putuskan untuk diam dan
medengerkan apa yang Leon bicarakan.
“Hidup seseorang tak ada yang bisa menebak. Hanya Tuhan lah yang tau
semua itu. Kita sebagai manusia seharusnya
bisa memanfaatkan waktu yang ada. Jangan pernah membuang satu detik waktumu untuk hal yang percuma.
Jangan pernah menunggu waktu yang ada tapi kamu lah yang harus mengejar waktu.Selagi
bisa dan selagi sempat kerjakanlah, jangan pernah di tunda. 1 lagi, menunggu
lah yang pasti-pasti saja. Jangan menunggu yang tidak pasti, tinggalkan itu.
Itu akan membuang waktu juga. Semangat yah!!!” Kata Leon dengan lantang dan
tersenyum. Lara hanya bisa tersenyum kecil.
Setelah semua bubar dan masuk ke
kamar masing-masing. Barulah mereka kembali ke resort. Lara langsung masuk ke
kamarnya, Leon ingin menahannya namun tapi ia tak sempat. Jadi Leon kembali ke
kamarnya. Wajah terlihat pucat, badannya lemas dan napasnya terengah-engah. Ia
mengambil obat yang ia bawa dari rumah lalu meminumnya dan ia pun berbaring di
ranjang hingga ia ketiduran.
***
Mereka berangkat jam 3 subuh dari resort. Semua barang sudah di
angkut ke dalam mobil masing-masing.
Sebelum pergi mereka pamitan dengan Pak Ja dan Bu Ja.
Liburan kali ini terasa begitu
cepat, mungkinkah akan terulang lagi liburan yang sama dengan liburan seperti
ini? Who’s know?
Selama perjalanan pulang Lara dan
Leon di membicarakan apapun. Lara tertidur dengan pulas sedangkan Leon fokus
menyetir.
Sesampainya di rumah, Leon mengetuk
pintu sambil menggendong Lara . Ibu lara membukakan pintu dan mengantarkan Leon
ke kamar Lara. Kamar Lara serba putih, suasananya tenang dan sejuk. Leon
menaruh Lara di kasur. Ia menyelimuti Lara dan mencium kening Lara. “Ini
Pertama dan terakhir kalinya aku masuk ke kamarmu dan mencium keningmu.
Terimaskasih untuk 2 hari terakhir ini.” Kemudian Leon pergi meninggalkan Lara.
Lara yang saat itu sudah bangun,
saat di taruh di kasur. Ia mendengar semua ucapan Leon, ia tak sanggup menahan
tangisnya.
Sementara di luar, sebelum pamitan
Leon sudah menceritakan semuanya pada ibu Lara, termasuk kejadian di dalam
kamar Lara. Sama dengan Lara, Ibunya pun tak sanggup berkata-kata lagi. “Tante
adalah ibu kedua setelah mama saya yang paling baik. Terimakasih untuk
semuanya. Maaf kalo saya pernah ngerepotin tante selama ini. Sebelum saya pergi
tolong jangan beritahu Lara dulu tante. Biarkan dia tau setelah saya pergi.
Sudah cukup saya melukai hatinya. Saya
pamit. Assalamualaikum.” Kata Leon kemudian pergi. Ibu Lara meneteskan air
mata. “Iya, Leon. Hati-hati yah, nak.” Sambil tersenyum dan mengusap air
matanya.
***
*Beberapa hari kemudian setelah liburan
Penyakit Leon semakin parah, jadi ketika ia pulang dari liburan ia langsung dibawa ke rumah sakit lagi. Hampir seminggu ia di rawat namun tak ada kemajuan yang terlihat darinya.
Hingga pada minggu pagi, ia terbangun dari sadarnya. Walaupun wajahnya pucat dan sekujur tubuhnya lemah takberdaya. Ia berusaha untuk bangun. Terlihat senyum yang merekah dari wajah mamanya yang tiap hari menjaga serta merawatnya. Setetes air mata jatuh dari mata indahnya sambil membantu anaknya untuk duduk di atas kasurnya. "Ma, Leon mau pulang. Leon mau di rawat di rumah aja." kata Leon sambil terbata. Tanpa berpikir panjang mama Leon mengangguk dan menjawab, "Iya nak. Kita pulang hari ini." di barengi sebuah senyuman dan menahan air mata yang berjatuhan. Pada hari itu juga Leon langsung pulang. Dokter memberi satu suster untuk menjaganya di sana jika ada apa-apa.
*Sekolah
Lara terlihat lesu. Wajahnya juga terlihat agak sedikit pucat. sudah beberapa hari ini ia mencari sosok Leon yang belakangan ini selalu menemaninya. Hp Leon pun tak aktif. tak ada yang tau Leon di mana sekarang dan tak terlintas pula di pikiran Lara jika penyakit Leon kambuh. Tiba-tiba dari pinggir lapangan dan berjalan menuju Lara. Senyum yang mengiringinyapun masih sama dengan senyum yang dulu. sebelum orang itu mendekat, Lara langsung berlari dan memelukorang tersebut. tanpa kata dan tapa alasan, Lara meneteskan air mata ia tak tau betapa kangennya ia pada orang ini. Leon yang di peluk tak tau apa-apa namun setelah itu ia memeluk tubuh Lara dengan erat dan mengelus-elus rambut Lara.
Tanpa
banyak kata, Leon mengajak Lara untuk pergi ke suatu tempat. Awalnya Lara gak
yakin, tapi karena Leon sudah meminta ijin pada guru piket Lara mau. Jadi di
sini lah mereka sekarang. Suatu tempat yang jauh dari keramaian dan udara yang
sejuk jauh dari campuran polusi.
Di sana
mereka piknik. Leon memilih tempatnya sangat indah. Banyak rumput hijau yang
bertebaran di sana. Mereka mengobrol satu sama lain. Berlari-larian dan berfoto
bersama. Serasa dunia milik bersama.
Lara
menikmati indahnya hari ini bersama Leon. Tak ada sepintasmu di pikirannya Leon
akan pergi meninggalkannya yang ia tau Leon di sini bersamanya. Padahal, ini
adalah kebersamaan terakhir mereka.
Hingga sore
mereka di sana. Mereka berdua terlihat seperti dua merpati putih yang sedang
beristirahat di sangkarnya. Mereka yang tertawa, bercanda bahagia dan melupakan
semua masalah yang ada.
Senja mulai
tiba. Matahari siap untuk istirahat dan merekapun bersipa untuk pergi. Leon
mengantar Lara pulang dengan selamat dan iapun kembali kerumahnya dalam keadaan
yang semakin parah.
***
*Keesokan harinya
Sesampai di sekolah, Lara mencari
Leon. Ia bertanya-tanya pada yang yang
lain. Namun yang lain hanya menggeleng. Ia mencari Via, Lira, Aldo, dan Rifan
juga. Tapi gak ketemu. Handphone mereka mati semua. Termasuk Leon. Lara mulai
menangis. Ia gak tau harus kemana dan harus berbuat apa. Hingga sebuah kabar
duka datang dari ibunya. Beliau datang ke sekolah dan menjemput Lara untuk tiba
ke tempat peristirahatan terakhir Leon. Lara ingin bertanya namun percuma,
semua terlambat. Semuanya sudah terjawab di sebuah pemakaman dengan batu nisan
bertuliskan :
Alm.
Leon Pramada Syam
BIN
Wijaya Syam
Lahir : 02-02-90
Meninggal : 03-04-07
Disana ada Via, Lira, Aldo, Rifan,
mama, mama dan papanya Leon, teman-teman, guru-guru, dan peziarah yang lain..
Lara gak tau harus ngomong apa, hal yang pertama ia lakukan adalah menabur
bunga- buang dan meyiram air di atas makam Leon. Ia tak bisa menangis setelah melihat makam
Leon. Air matanya kering. Lalu ia berusaha untuk tersenyum, tersenyum, sesuai
dengan yang di katakana oleh Leon. “Tetaplah berusahanuntuk selalu tersenyum di
saat ada dan tidak ada aku di sampingmu.”
***
Tiba di rumahnya Leon. Mama Leon
langsung memeluk Lara. Beliau menangis tanpa mengeluarka sura. Dalam
pelukannya, mama Leon berkata, “Tante sudah tau kamu dari awal Leon kenal kamu
sampai dia udah gak ada sekarang. Leon selalu certain tentang kamu, tentang
liburan kamu dan teman-teman kalian. Tante senang, Leon bisa kenal dan dekat
sama kamu. Sayang dia gak bisa mendaptkan dan memiliki kamu.” Cerita mama Leon
dan beliau melepas pelukannya. Beliau mengambil kaset rekaman dan secarik
kertas beramplopkan puith. “Leon ingin
kamu melihat dan membacanya setelah dia pergi.” Kata mama Leon dan memeluk
Lara.
***
Sesampainya di rumah ibu
menceritakan apa yang terjadi setelah liburan kemarin. Setelah mengantar Lara
pulang, Leon langsung rumah sakit. Entah karena apa lebih jelasnya dokter dan
kedua orangtuanya lah yang tau. Sebenernya sebelum berangkat liburan kondisi
Leon sudah parah. Namun tetap ia paksakan. Orangtua Leon gak bisa melarang.
Jadi Leon di ijinkan. Ibu Lara menceritakan semuanya. Setelah itu Lara pamit untuk
masuk kamar.
Di kamar, Lara menyetel rekaman
yang di berikan oleh Leon melalui mamanya. Leon
menyanyikan lagu Fix You sambil bermain gitar. Di temani dengan Mama dan
Papanya, Mama, Via, Lira, Aldo, dan Rifan. Setelah selesai bernyanyi, Leon
meminta Lara membuka surat yang di berikannya
To
: My Dear Alara
Angin
yang berhembus, dan menerbangkan dedaunan takkan bisa kembali ke tempat
semulanya.
Waktu
yang telah berlalu tak dapat berputar dan tak dapat mengembalikan memori
kenangan yang ada.
Dan
kesalahan di masa lalu tak dapat terlupakan begitu saja.
Mungkin
salah ku karena telah membukakan pintu
untuk kamu masuk ke dalam ke
hidupanku. Tapi menjadi temanmu, dan menyayangimu adalah kesalahan terindah
yang pernah aku lakukan.
Terimakasih
untuk 2 hari terakhir kemarin. Maaf, aku membohongimu tapi ini semua aku
lakukan agar aku bisa bersamamu dan yang lain. Jangan salahkan mereka, aku yang
menyuruh mereka untuk diam.
Ada
dan tak ada aku, tetap selalu tersenyum.
Lanjutkan dan nikmatilah hidupmu yang indah ini.
Thanks
for everythings you give me. I always remember and never forget it.
With Love
Leon Pramada Syam